SEGALAKU

SEGALAKU

Jumat, 13 April 2012

BUDAYA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA



               Kekerasan merupakan salah satu budaya yang dipakai untuk mengajar anak dalam rumah tangga, hal ini mungkin sudah berlangsung sejak lama.  Orangtua cenderung memakai cara ini sebagai jalan terakhir ketika tidak dapat menemukan cara pengajaran yang sempurna atau lebih tepat untuk mengajar anak-anak mereka. Kemungkinan praktek kekerasan terhadap anak akan lebih besar saat si anak memang tidak dapat diajarkan (susah mengerti/menurut) dengan cara pengajaran yang baik dan sewajarnya. Kelakuan anak yang sedikit atau bahkan sulit diatur akan mudah menyulut emosi orangtua, terlebih jika orangtua tersebut memiliki banyak beban dan pikiran. Hal tersebut akan memudahkan kekerasan terjadi  karena emosi seseorang akan mudah tersalurkan lewat kekerasan. Namun, terkadang kekerasan tersebut bisa melewati batas ambang kewajaran, bukan tidak jarang terjadi kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak sering merenggut nyawa, baik itu nyawa anak sendiri atau bahkan nyawa orangtua akibat timbulnya amarah di hati si anak terhadap perlakuan orangtuanya tersebut.
Kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga bukan hanya berbentuk kekerasan fisik, sebenarnya orangtua yang menggunakan suara yang keras dalam mengajarkan anak juga termasuk kekerasan.  Memang benar bahwa terkadang cara ini dapat membangun karakter anak ke arah yang lebih baik sebab beberapa anak akan tahu hal yang telah diperbuatnya memang salah sehingga dia tidak mengulanginya lagi. Dalam kasus seperti ini, kekerasan dalam rumah tangga mungkin tidak akan berlangsung lama sebab si anak menjadi lebih selektif dalam bersikap sehingga tidak akan terulang kejadian yang sama. Namun, hal tersebut sangat kecil kemungkinannya.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kekerasan tidaklah efektif dalam mengajarkan anak. Biasanya mental anak relative masih labil dan sedang dalam proses perkembangan, dalam keadaan inilah sebenarnya kekrasan tidak layak dilakukan karena akan memengaruhi perkembangan anak ke depannya, dan perkembangan yang terjadi justru bukan ke arah yang lebih baik melainkan menimbulkan konflik di hati si anak. Hal yang terjadi bisa menimbulkan dua dampak buruk, yaitu yang pertama anak menjadi tidak kreatif, pengecut, dan takut berbuat, yang kedua adalah anak menjadi superaktif, ingin selalu berontak, serta selalu melakukan proses perlawanan. Memang cara kekerasan dapat memberi efek jera terhadap anak, tetapi hal ini justru membuat dia takut berbuat sehingga ketakutan yang melingkupinya menyebabkan dia menjadi pendiam atau bahkan sulit bergaul, anak-anak tersebut lebih memilih tidak melakukan apa-apa daripada akan mendapat kosekuensi kekerasan dari orangtua.
Dewasa ini, kerap terdengar begitu banyak pengangguran, orang-orang yang tidak bersekolah, gelandangan, pengamen, dan anak-anak terlantar. Sebagian dari mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga sehingga mereka tidak betah dan akhirnya berontak yang kemudian memilih untuk keluar dari rumah tangga mereka. Banyak orang yang memilih cara yang sama saat mendapat perlakuan kekerasan, dapat dipastikan bahwa orang-orang seperti ini akan sedikit mendapat perhatian dan pengajaran sehingga mereka diperalat oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan aksi mereka (oknum tersebut), sebagai contoh kasus bom bunuh diri yang marak terjadi akhir-akhir ini.
Kekerasan rumah tangga tentu berandil besar terhadap kekerasan dalam lingkungan kita. Hal-hal yang didapatkan anak dari orangtuanya itu bisa jadi diaplikasikan si anak dalam kehidupannya sehari-hari, terutama anak-anak yang telah memilih meninggalkan rumah tangganya sehingga memaksa mereka harus melakukan tindak kekerasan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan demikian, kita sebagai mahasiswa/I yang nantinya menjadi orangtua dapat mengambil pelajaran dari situasi tersebut. Kuncinya adalah melalui kita, semakin besar tindak kekerasan yang kita lakukan terhadap anak-anak kita, semakin  besar pula kita menyumbang andil kekerasan dalam lingkungan kita (Negara kita). 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar