Saya memiliki seorang adik
perempuan yang sedang duduk di kelas dua SD. Dia termasuk anak yang pintar dan
selalu mendapat peringkat satu di kelasnya. Dia terampil dalam semua mata
pelajaran terkhusus dalam bidang Matematika. Namun, beberapa bulan yang lalu
dia mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal operasi matematika gabungan,
seperti 4x3+2 atau 3+2x6. Dia memang bagus dalam operasi matematika tunggal
seperti soal yang hanya penjumlahan saja, perkalian, pembagian, dan
pengurangan, misalnya 4+5 atau 2x8 dan sebagainya, tetapi ketika bertemu dengan soal gabungan,
dia akan sangat bingung untuk mengerjakannya.
Beberapa kali dia mendapat
nilai buruk dan akhirnya bercerita kepada saya dan dia meminta agar diajari.
Saya mencoba mengajarinya dengan memberi soal yang mudah, 4x1+6, dengan cepat
dia menjawab 10. Lalu saya membuat soal yang lebih sulit 6x3+7, dia menghitung
pelan-pelan dan menjawab dengan benar 25. Saya mengubah soalnya dengan mengganti
letak angka tersebut 7+3x6, dia menghitung lagi perlahan-lahan, kemudian dengan
yakin menjawab 60, padahal jelas salah. Saya mulai tahu letak permasalahannya,
bahwa dia lebih berfokus mengerjakan dari depan ke belakang serta megabaikan operasi
terbesar, yaitu perkalian. 7+3x6 yang dikerjakannya adalah 7+3 kemudian dikali
6 atau 10x6 yang menghasilkan 60, padahal seharusnya yang benar adalah 7
ditambah 3x6 atau 7+18 = 25. Saya kemudian memberitahunya bahwa yang pertama
dikerjakan adalah perkaliannya.
Saya memberinya soal yang
lain 4+5x2, dia menjawab 14, tetapi prosedur penyelesaian yang dibuatnya
terbalik letaknya, yaitu 4+5x2 = 10 + 4, yang seharusnya 4 +10. Saya mengulang
soal yang berbeda berulang-ulang dan dia terus melakukan kesalahan yang sama.
Akhirnya karena terus menerus seperti itu selama dua bulan, saya mulai emosi dan
memarahinya. Hal itu ternyata sangat berpengaruh terhadap sikapnya pada saya,
dia menjadi takut bertanya kepada saya (tindakan saya error). Saya baru
menyadari dan memikirkan ulang apa yang telah saya perbuat, ternyata ada
kesalahan informasi yang saya berikan kepadanya bahwa saya memberitahunya untuk
mengerjakan perkalian terlebih dahulu yang membuatnya berpikir letaknya harus
di depan, itulah sebabnya dia membuat 4+5x2 = 10+4 bukannya 4+10 (walaupun hasilnya memang sama, tetapi
itu berpengaruh terhadap penilaian gurunya). Saya sebelumnya tidak
memberitahunya bahwa hasil perkalian itu tetap diletakkan di belakang jika soal
itu merupakan gabungan yang didahului penjumlahan dulu baru perkalian.
Saya sangat menyesal telah
memarahinya karena itu menyebabkan dia ragu bertanya pada saya masalah
pelajarannya. Akhirnya saya berpikir untuk melakukan tindakan lebih dulu untuk
bertanya apa saja permasalahan yang dihadapinya di sekolah, saya pun
megajarinya sebaik mungkin dan mencoba meredam emosi saya saat dia tetap tidak
paham atau malah tidak mendengarkan saya. Namun, ternyata itu sangat efektif
untuknya.
Sekarang ini dia sudah bisa
menyelesaikan operasi gabungan, baik itu pengurangan dan perkalian, penjumlahan
dan pembagian, maupun perkalian dan pembagian. Kini saya tidak pernah
menggunakan emosi kemarahan saat mengajarinya. Oleh karena itu, setiap saya
pulang kuliah, dia langsung menjejali pertanyaan bermacam-macam tentang PR
sekolahnya kepada saya (walaupun kadang itu sangat melelahkan karena pertanyaan
yang menjengkelkan, seperti contoh : “Bang, kenapa daun itu warnanya hijau?”)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar