SEGALAKU

SEGALAKU

Jumat, 13 April 2012

PROBLEM SOLVING : STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DAN EVALUASI SOLUSI TERHADAP PENGAJARAN MATEMATIKA UNTUK ANAK KELAS DUA SD



Saya memiliki seorang adik perempuan yang sedang duduk di kelas dua SD. Dia termasuk anak yang pintar dan selalu mendapat peringkat satu di kelasnya. Dia terampil dalam semua mata pelajaran terkhusus dalam bidang Matematika. Namun, beberapa bulan yang lalu dia mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal operasi matematika gabungan, seperti 4x3+2 atau 3+2x6. Dia memang bagus dalam operasi matematika tunggal seperti soal yang hanya penjumlahan saja, perkalian, pembagian, dan pengurangan, misalnya 4+5 atau 2x8 dan sebagainya,  tetapi ketika bertemu dengan soal gabungan, dia akan sangat bingung untuk mengerjakannya.

Beberapa kali dia mendapat nilai buruk dan akhirnya bercerita kepada saya dan dia meminta agar diajari. Saya mencoba mengajarinya dengan memberi soal yang mudah, 4x1+6, dengan cepat dia menjawab 10. Lalu saya membuat soal yang lebih sulit 6x3+7, dia menghitung pelan-pelan dan menjawab dengan benar 25. Saya mengubah soalnya dengan mengganti letak angka tersebut 7+3x6, dia menghitung lagi perlahan-lahan, kemudian dengan yakin menjawab 60, padahal jelas salah. Saya mulai tahu letak permasalahannya, bahwa dia lebih berfokus mengerjakan dari depan ke belakang serta megabaikan operasi terbesar, yaitu perkalian. 7+3x6 yang dikerjakannya adalah 7+3 kemudian dikali 6 atau 10x6 yang menghasilkan 60, padahal seharusnya yang benar adalah 7 ditambah 3x6 atau 7+18 = 25. Saya kemudian memberitahunya bahwa yang pertama dikerjakan adalah perkaliannya.

Saya memberinya soal yang lain 4+5x2, dia menjawab 14, tetapi prosedur penyelesaian yang dibuatnya terbalik letaknya, yaitu 4+5x2 = 10 + 4, yang seharusnya 4 +10. Saya mengulang soal yang berbeda berulang-ulang dan dia terus melakukan kesalahan yang sama. Akhirnya karena terus menerus seperti itu selama dua bulan, saya mulai emosi dan memarahinya. Hal itu ternyata sangat berpengaruh terhadap sikapnya pada saya, dia menjadi takut bertanya kepada saya (tindakan saya error). Saya baru menyadari dan memikirkan ulang apa yang telah saya perbuat, ternyata ada kesalahan informasi yang saya berikan kepadanya bahwa saya memberitahunya untuk mengerjakan perkalian terlebih dahulu yang membuatnya berpikir letaknya harus di depan, itulah sebabnya dia membuat 4+5x2 = 10+4 bukannya  4+10 (walaupun hasilnya memang sama, tetapi itu berpengaruh terhadap penilaian gurunya). Saya sebelumnya tidak memberitahunya bahwa hasil perkalian itu tetap diletakkan di belakang jika soal itu merupakan gabungan yang didahului penjumlahan dulu baru perkalian.

Saya sangat menyesal telah memarahinya karena itu menyebabkan dia ragu bertanya pada saya masalah pelajarannya. Akhirnya saya berpikir untuk melakukan tindakan lebih dulu untuk bertanya apa saja permasalahan yang dihadapinya di sekolah, saya pun megajarinya sebaik mungkin dan mencoba meredam emosi saya saat dia tetap tidak paham atau malah tidak mendengarkan saya. Namun, ternyata itu sangat efektif untuknya.

Sekarang ini dia sudah bisa menyelesaikan operasi gabungan, baik itu pengurangan dan perkalian, penjumlahan dan pembagian, maupun perkalian dan pembagian. Kini saya tidak pernah menggunakan emosi kemarahan saat mengajarinya. Oleh karena itu, setiap saya pulang kuliah, dia langsung menjejali pertanyaan bermacam-macam tentang PR sekolahnya kepada saya (walaupun kadang itu sangat melelahkan karena pertanyaan yang menjengkelkan, seperti contoh : “Bang, kenapa daun itu warnanya hijau?”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar