Dalam pasal 28, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memilki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Menurut UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1, butir 14
dinyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia
Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan ruhani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu
bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke
arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan
kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan
spiritual),sosio emosional (sikap dan perilaku serta
agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Pendidikan
Anak Usia Dini merupakan pendidikan
melibatkan seluruh anak mencakup kepedulian akan perkembangan fisik, kognitif,
dan sosial anak. Pembelajaran diorganisasikan sesuai dengan minat-minat dan
gaya belajar anak (Santrock, 2007).
Tujuan PAUD
Secara umum,
tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak
sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Pendidikan anak pun bisa dimaknai sebagai usaha mengoptimalkan
potensi-potensi luar biasa anak yang bisa dibingkai dalam pendidikan, pembinaan
terpadu, maupun pendampingan.
Fungsi PAUD
Fungsi
pendidikan anak usia dini secara umum adalah :
1) Mengenalkan
peraturan dan menanamkan disiplin pada anak
2) Mengenalkan
anak pada dunia sekitar
3) Menumbuhkan
sikap dan perilaku yang baik
4) Mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi
5) Mengembangkan
keterampilan, kreativitas, dan kemampuan yang dimiliki anak
6) Menyiapkan
anak untuk memasuki pendidikan selanjutnya
Ruang Lingkup
Anak Usia Dini
Bayi ( lahir – 12 bulan)
Toddler (1 - 3 tahun)
Pra sekolah (3 – 6 tahun)
Anak SD (6 – 8 tahun)
Beberapa Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Terdapat empat aspek perkembangan anak
yang terkait dengan pendidikan anak TK, yaitu :
Perkembangan
fisik terkait dengan
perkembangan motorik dan fisik anak seperti berjalan dan kemampuan mengontrol
pergerakan tubuh. Perkembangan motorik merupakan perkembangan
pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf
dan otot terkoordinasi (Hurlock: 1998). Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan
motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun
lebih banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru terjadi
perkembangan motorik halus. Pada usia 4 tahun anak-anak masih suka jenis
gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, dan berlari kesana
kemari di sekolahnya hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka sudah berani
mengambil resiko. Walaupun mereka sudah dapat memanjat tangga dengan satu kaki
pada setiap tingkat anak tangga untuk beberapa lama, mereka baru saja mulai
dapat turun dengan cara yang sama.
Pada usia 5
tahun, anak-anak bahkan lebih berani mengambil resiko dibandingkan ketika
mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih percaya diri melakukan ketangkasan yang mengerikan
seperti memanjat suatu obyek, berlari kencang dan suka berlomba dengan teman
sebayanya bahkan orangtuanya (Santrock,1995: 225). Hal ini bisa didapatkan
seorang anak di lingkungan Taman Kanak-Kanak.
Perkembangan kognitif berkaitan dengan bagaimana anak berpikir dan
bertindak. Ada 4 Tahapan
Perkembangan Kognitif sesuai dengan teori Piaget, namun pada anak usia TK yang
berkisar antara umur 3 – 6 tahun terjadiTahap pra-operasional, usia 2 – 7 tahun.
Masa ini kemampuan menerima rangsangan yang terbatas. Anak mulai berkembang
kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat
berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas. Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga
berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain.
Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Apa
yang dilakukan guru saat di sekolah, anak tersebut kemungkinan besar akan
merekam ke otaknya, jadi peran guru pada masa-masa ini dapat dikatakan besar.
3. Aspek Perkembangan Emosional
Perkembangan
emosional berkaitan dengan
kemampuan mengontrol perasaan dalam situasi dan kondisi tertentu. Masa TK
merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial yang terlihat pada masa
kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock (1998:252) yaitu:
kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati,
empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri,
meniru, perilaku kelekatan. Anak TK cenderung mengekspreseikan emosinya dengan bebas
dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut. Iri
hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan
perhatian guru. Jadi, gurulah yang akan membantu mereka mengontrol emosi
anak-anak tersebut melalui proses-proses belajar di sekolahnya.
Perkembangan sosial berkaitan dengan kemampuan memahami identitas pribadi,
relasi dengan orang lain, dan status dalam lingkungan sosial. Erik Erikson
(1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis mengidentifikasi
perkembangan sosial anak. Namun saat anak memasuki sekolah Taman Kanak-Kanak,
anak memasuki Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5
tahun. Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari
ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk
berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa bersalah. Pada
tahap ini anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat,
dan suka menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan
permainan khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Selain orangtua berperan
penting, guru juga memberikan andil yang besar pada tahap ini. Bila guru
berusaha memahami, menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam
bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan
perasaan inisiatif semakin kuat. Sebaliknya, bila guru
kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman dan menganggap bahwa
pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat
maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif
mendekati apa yang diinginkannya.
Sumber
:
http://dr-suprayanto.blogspot.com/2012/02/konsep-paud-pendidikan-anak-usia-dini.html
http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-anak-usia-dini/
http://belajarpsikologi.com/aspek-aspek-perkembangan-anak-usia-dini/
Anggota Kelompok 12 :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar